Menyikapi Bentuk-Bentuk Pemerintahan

Posted: Selasa, 14 Desember 2010 by Almuwahhidun in Label: ,
1

Berkata Syeikh Abu Bashir: “Permasalahan keluar dari pemerintahan dan kedudukannya dalam Islam merupakan sebagian dari masalah-masalah penting, mayoritas manusia memiliki dua pendapat: pendapat yang berlebih-lebihan yaitu mereka yang mengatakan untuk keluar dari pemerintahan ketika melihat pemerintahan Islam suatu ketika melakukan pelanggaran syar`i ringan. Contohnya ialah golongan Khawarij dan siapa saja yang mengikuti konsep mereka, mereka telah tercampak dalam ghulu (berlebih-lebihan).
Pendapat kedua adalah golongan yang meremehkan….Bahkan mereka berpendapat untuk tidak keluar dari pemerintahan para thagut dan pemerintahan murtad. Mereka ini condong kepada penafsiran pendapat yang dilontarkan oleh kaum Irja` (Murjiah) dan Jahmiyah, yang menganalogikan kondisi mereka dengan kondisi pemerintahan Bani Umayah dan Abasiyah.
Diantara kedua pendapat diatas….Adalah pendapat ketiga yang berada ditengah-tengah anatar keduanya, berdiri diatas landasan kebenaran dam kesesuiannya dengan nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah, berdiri dinatara berlebih-lebihan dan meremekan, merekalah yang mengikuti prinsip Ahlus-Sunnah wal Jamaah.
Kajian yang kami bahas dalam buku ini adalah pendapat ketiga, golongan Ahlus Sunnah wal Jamaah…..Dari permaslahan penting……Yang ditunjukkan oleh dalil-dalil Al-Kitab dan As-Sunnah, dan kami yakini dan kami ikuti, kami memandangnya merupakan pendapat yang lebih benar dan haq. Pada pendirian inilah kami berprinsip dalam menetapkannya, insya Allah, sesuai dengan dalil syari dari Kitab dan Sunnah dan pendapat yang di rajihkan oleh para ulama salaful ummah.
Tentang permasalahan pemerintahan saya berkata:
Sesungguhnya pemerintahan itu terbagi menjadi empat kriteria; Pemerintahan kafir, pemrintahan muslim, pemerintahan muslim fasik dan permerintahan muslim yang sangat fasik, fajir dan zalim. Hukum dalam menyikapi mereka berbeda satu dengan yang lainnya, dan bagi Anda kami akan menerangkannya.

1. Pemerintahan kafir
Pemerinathan kafir, sama saja kekafirannya dari sudut kafir murtad maupun kafir asli yang menguasai negeri muslimin….maka wajib bagi muslimin berdasar nash dan ijma` (kesepakatan ulama) untuk kelaur dari pemerintahan mereka dengan kekuatan sampai muslimin mampu melengserkannya dan menggantinya dengan pemnerintahan muslim yang adil, yang mengatur negeri dan manusia dengan Islam dan syareatnya..
Allah berfirman: “Dan Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnakan orang-orang yang beriman”
Salah satu bentuk jalan bagi orang kafir untuk memusnahkan kaum mukminin dengan cara memegang kendali pemerintahan atas mereka….memerintah mukminin dengan hawa hafsu mereka, undang-undang dan syareat yang mereka ciptakan.
Allah berfirman: “Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan”.
Tidak ada orang-orang yang paling melampaui batas dan paling melakukan kerusakan di muka bumi melebihi dari pelampauan batas dan kerusakan yang dibuat oleh para thagut kufur dan murtad yang menerapkan hokum pada umat dnegan syareat kafir dan rusak…..!
Dalam sebuah hadits riwayat mutafaq alaih (Bukhari Muslim) , dari Ubadah bin Shamit dia berkata:
“Nabi saw menyeru kami maka kami membaiatnya. Kmai membaiatnya untuk mendengar dan taat dalam urusan yang kami senangi maupun kami tidak sukai, baik berat maupun mudah. Dan menunjuki kami untuk tidak melengserkan kepemimpinan seseorang kecuali bila terlihat kekafiran yang jelas, kalian memiliki bukti-bukti terang disisi Allah”.
Hadist menerangkan –dengan sanbgat jelas- bahwa pemerintahan dengan peraturan-peraturannya dan teritorialnya tidak boleh dijatuhkan kecuali bila terlihat kekafiran yang tidak meragukan –kekafiran yang tidak memrlukan penafsiran lain -, dan kita memiliki dalil-dalil nyata atas kekafirannya dari Kitab dan Sunnah. Bila memang kedapatan kenyataan ini, maka aplikasi dari akibat kekafirannya tidak ada mendengar dan taat padanya. Dalil menunjukkan untuk melengserkannya dari permerintahan dan wilayah serta kelaur darinya dengan kekuatan pedang suatu keharusan.
Ibnu hajar dalam Fathul Bary 7/13 berkata: “Bila sultan tercampak dalam kekafiran yang jealsa maka tidak boleh mentaatinyan tetapi wajib memmeranginya bagi yang mampu”.
Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim 12/229 berkata: “Qodhi Iyadh berkata: ‘Seluruh ulama sepakat bahwa imamah tidak boleh dilantikkan pada orang kafir, dan bila imamah terbukti melakukan kekafiran harus dilengserkan’ Qodhi Iyad juga berkata: ‘Begitu pula bila imamah meninggalkan shalat dan tidak memerintah untuk shalat’”.
Saya katakana: Perkataan beliau: “Begitu pula bila imamah meninggalkan shalat dan ntidak memerintahkan shalat” merupakan isyarat sabda Nabi saw dalam shahih Muslim: “Nanti akan muncul pemimpin, kalian menjumpainya dan kalian mengingkarinya. Barangsiapa yang menjumpainya hendaklah berlepas diri darinya, barangsiapa yang mengingkarinya maka akan selamat. Namun kecelakaanlah bagi yang meridhainya dan mengikutinya”. Para sahabat bertanya: “Apkah kita tidak mmeranginya?” Rasulullah saw menjawab: “Tidak, selama mereka masih shalat”.
Dalam riwayat Muslim yang lain: “Tidak, selama mereka memerintah kalian utnuk shalat. Tidak, selama mereka memerintah kalian utnuk shalat”.
Kesimpulan dari hadist diatas, pemimpin pemerintahan jika kedapatan meninggalkan shalat serta tidak menyuruh rakyat untuk shalat…..telah kafir……wajib untuk keluar darinya dan melengserkannya dengan pedang.
Saya jawab: Pada kondisi ini kaum muslimin haris melakukan tiga tindakan:
a. Mempersiapkan kekuatan –materi maupun mental – sampai memiliki kemampuan untuk keluar darinya. Hal ini sesuai dengan firman Allah: “Dan siapkanlah untuk mengahdapi mereka kekauatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat utnuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya:.
Sayyid Qutb dalam Fi Dzilalil Quran 3/1543 berkata: “Maka melakukan persiapan dengan maksimal kemampuan adalah kewajiban yang menyertai kewajiban jihad, dan nash memmerintah idadul quwwah (memmpersiapkan kekuatan) dengan berbagai macamnya, jenis-jenisnya dan sebab-sebabnya”.
Kondisi lemah untuk kelausr dari pemimpin kafir tidak kemudian duduk santai meninggalkan persiapan mengumpulkan kekuatan. Namun tetap berusaha sesuai kemampuan. Masalah ini dikemablikan pada firman Allah :“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu”.
Dalam sebuah hadist Bukahri Muslim juga disebutkan: “Terhadap apa yang aku perintahkan untuknya, maka kerjakanlah sesuai dengan kemampuanmu”.
Al-Izz bin Abdus Salam dalam kitabnya Qawaidul Ahkam 5/2 berkata: “Barangsiapa yang dibebani sesuatu dari perintah taat dan dia mampu mengerjakan sebagian dan lemah dalam mentaati bagian yang lainnya, maka dia mengamalkan apa yang mampu baginya dan meletakkan yang dia tidak mampui”.
Ibnu Taimiyah berkata dalam Fatawa 28/259: “Dan sebagaimana wajibnya mempersiapkan kekuatan untuk berjihad dengan persiapan kekuatan dan menambatkan kuda dikala kondisi kalah karena lemah, maka sesungguhnya sesuatu yang tidak bisa sempurna kecuali dengannya, maka sesuatu tersebut menjadi wajib.
b. Meniggalkannya dan meninggalkan berkerja bersamanya atau dengannya, yaitu meninggalkan seluruh aktivitas yang dapat memeprkuat pemerintahannya. Rasulullah bersabda:
“Sungguh akan dating kepada kalian pemimpin yang lebih dekat kepada sejelek-jelek manusia, mereka mengakhirkan shalat dari waktu yang telah ditetapkan. Barangsiapa yang menjumpai mereka maka janganlah menjadi penasehat, jangan menajadi polisi, pemungut pajak dan jangan menjadi bendahara”.
Rasulullah saw bersabda: “Dengarlah! Apakah kalian telah mendengar nanati setelahku akan muncul pemimpinyang siapa saja bekerja sama dengannya, membenarkan kedustaan mereka, membantu kezaliman mereka maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan berada pada golongannya. Dia tidak akan mendapati telaga haudh. Dan siapa saja yang tidak menyertainya, tidak membantu atas kelalimnan mereka dan tidak membenarkan kedustaan mereka maka dia berada pada golonganku dan aku bersamanya. Dia akan mendapati telaga haudh”.
Rasulullah saw bersabda: “Nanti akan dating para pemimpin, kalian mendapatinya dan kalian mengingkarinya. Barangsiapa melawannya dia akan selamat, baransiapa meninggalkannya selamat dan baransiapa terlibat dengan mreka akan hancur”. Serta hadits-hadist lain yang memerintah untuk menghindari dan menjauhi beramal dengan para thagut zhalim.
Namun bila ada yang menyela dengan mengucapkan statemen: “Hadist-hadist tadi ditujukan kusus untuk para pemimpin yang fajir (bukan kafir-pent). Maka saya jawab: Bila begitu, kalau ditujukan untuk para imam kafir dan para thagut lebih pas dan lebih kuat. Wallahu A`lam.
b. Tidak menghormati dan menaruh simpati pada mereka. Rasulullah saw bersabda: “Jangan mengatakan kepada munafik; tuan kami, karena jika dia menjadi tuan kalian maka Tuhanmu telah murka pada kalian”.
Dalam riwayat lain: “Jika seseorang berkata pada munafik; wahai tuan kami, artinya Rabb dia yang Maha Suci telah murka.”
Saya katakan: Ini terjadi tentang munafik yang menampakkan keislaman, lalu bgaimanakah dnegan kaum muslimin yang meletakkan jihad sehingga memberi kesempatan bagi kafir murtad untuk memerintah dan menjadi tuan bagi mereka……? Tak diragukan lagi, sungguh mereka lebih berhak untuk dimurkai Allah Ta`ala.
Bila perkataan seseorang kepada munafik; wahai tuanku dapat menimbulkan kemurkaan Allah yang Maha Suci, lalu apa jadinya bila perkataan itu ditujukan kepada para thagut kafir dan kaum murtad –seperti yang terjadi pada mayoritas manusia- dengan berbagai pengibaratan pengagungan, ketinggian, pujian dan loyalitas…..?
2. Pemerintahan muslim yang adil
Pembicaraan yang telah kita lalui kusus membahas tentang pemerintahan kafir yang kekafirannya sangat jelas. Cara menyikapi dan bergaul antara persoalan pertama dengan pemerintahan muslim yang adil berbalik 180 derajad. Kepada kalain saya katakan:
Pemerintahan muslim yang adil yaitu pemerintahan yang menerapkan hukum pada negeri dan manusia menurut apa yang telah Allah perintahkan dan tentukan –dalam seluruh segi kehidupan- dengan islam…syareta islam. Inilah pemerintahan wajib bagi muslimin untuk melaziminya kareana bagian dari rukun-rukun agama, dan mereka yang menjauhinya akan terjangkit dosa kabair.
Pemerintahan yang memiliki sifat ini wajib mentaatinya dengan makruf, ketika senang maupun susah. Dan wajib membantunya, menopangnya dan menasehatinya secara zahir maupun batin sebagaimana juga wajib menetapinya dan menghormatinya…..membelanya.
Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tetnang sesuatu, maka kemablikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan rasul-Nya (Sunnah), jika benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Firmannya: “ulil amri”, menurut pendapat yang terkuat dikalangan ahli tafsir yaitu ulama dan pemimpin. sedangkan firmannya “diantara kamu”; menunjukkan suatu penyempitan ketaatan hanya ditujukan kepada ulil amri diantara kalian, maksudnya dari agama kalain, milah kalian dan aqidah kalian. Kemudian barang siapa yang tidak seperti itu maka dia bukanlah diantara kamu (minkum), tidak ada kewajiban mentaatinya.
Dalam sebuah hadist shahih, Rasulullah saw bersabda:“Siapa saja yang memmbangkang dari ketaatan maka ia kan menjumpai Allah tanpa memiliki hujah, dan siapa saja yang mati sedang di lehernya tidak ada baiat maka dia mati seperti amtinya jahiliyah”.
Juga sabdanya:“Barangsiapa meningggalkan ketaatan dan keluar dari Al-Jamaah maka dia mati seperti mati jahiliyah”.
Juga sabdanya:“Bagi penghianat dia memiliki bendera dihari kiamat, tingginya sesuai dengan kadar penghianatannya. Sedangkan kianat yang paling besar yaitu kianat pada amirul ammah (pemimpin umum)”. Amirul ammah maksudnya khalifah.
Rasulullah saw bersabda: “Agama itu nasehat”. Kami bertanya: “Untuk siapa?” Beliau bersabda: “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin-peminmpin muslimin dan muelimin pada umunya”.
3. Pemerintahan muslim fasiq
Yaitu pemerintahan yang menerapkan hukum Islam namun pemeritahannya diliputi oleh kerusakan-kerusakan yang tidak mengeluarkannya dari Islam.. Hukuh asal bagi pemerintahan jenis ini adalah tidak diperbolehkan untuk sinagkat dan dipilih berdasar firman Allah: “Sesungguhnya Aku akna menjadikanmu imam bagi seluruh manusia. Ibrahim berkata: (Dan saya mohon juga) dari keturunanku. Allah berfirman: JanjiKu ini tidak menegnai orang yang zalim”. (2:124)
Al-Qurthubi berkata dalam tafsirnya 2/108: Ibnu Abbas berkata: Nabi Ibrahim meminta kepada Allah agar menjadikan keturunannya sebagai imam, namun allah mengetahui bahwa dalam keturunannya ada orang-orang yang bermaksiat,\ maka Dia berfirman: JanjiKu ini tidak menegnai orang yang zalim”.
Al-Qurthubi berkata: Para ulama mengambil kesimpulan dari ayat ini bahwa imam haruslah dari orang-orang yang adil, ihsan, utama dengan kemampuan yang kuat menegakkan pemerintahannya. Dan inilah yang diperintah Nabi untuk jangan mendongkel kepemerintahannya. Sedangkan ahli fasiq dan dosa serta zalim mereka tidaklah pantas memegang tampuk kepemerintahan sebab Allah berfirman: JanjiKu ini tidak menegnai orang yang zalim.”
Beliau juga berkata di jilid 1/270: “Tidak ada perbedaan diantara kalangan umat bahwa kepemimpinan tidak boleh di berikan kepada orang fasiq”.
Tetapi bila umat dikuasai oleh pemerintahan seperti ini atau imam ketahuan melakukan perbuatan fasiq setelah diangkat, apakah umat harus keluar dari pemerintahannya dengan pedang?
Aku berkata: Pendapat yang paling kuat; untuk tidak dilengserkan agar kerusakan yang lebih besar tidak timbul dan kondisi yang diakibatkan akan lebih runyam dari pada berdiam diri bersabar atas kefasikannya dan penyelewengannya…Inilah yang ditunjukkan oleh nash-nash syareat dan ditetapkan oleh aqidah ahlus sunnah wal jama’ah.
Dari Ibnu Abbas berkata, bersabda Rasulullah saw: “Barangsiapa yang melihat dari amirnya sesuatu yang dia benci maka berlaku sabarlah atasnya, karena siapa saja yang meninggalkan jama’ah kemudian mati, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah”. (Mutafaq alaih)
Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari 7/13: Ibnu bathal berkata: “dalam hasit merupakan hujah untuk tidak keluar (khuruj) dari sultan walaupun dia fajir. Para fuqoha telah sepakat akan kewajiban taat pada sultan yang berkuasa dan berjihad bersamanya, ketaatan padanya lebih baik dari pada khuruj darinya.walaupun dia tidak menjaga hak darah. Dan hujah-hujah mereka baik dan mereka tidak mengecualikannya kecuali bila sultan ternyata tercampak pada kekufuran yang nyata, bila demikian maka tidak boleh mentaatinya tetapi haruslah berjihad melawannya bagi siapa saja yang mampu”.
4. Pemerintahan muslim fasiq zalim sangat fasiq dan sangat zalim
Saya bekata: dalam persoalan ini, ketika umat mendapat cobaan dibawah pemerintahan seperti ini, maka wajib bagi umat diwakili oleh ahlul hal wal aqdi untuk melengserkannya. Bila ia menolak maka diperangi. Namun harus dengan pertimbangan bahwa khuruj dan memeranginya lebih kecil bahaya dan kerusakannya dari kefasiqan dan kezaliman yang dia telah perbuat. Jika setelah pertimbangan khuruj darinya menimbulkan dampak kerusakan yang lebih luas maka tahan dan bersabar mengamalkan hadist-hadist yang telah disebutkan”.

1 komentar:

  1. Anonim says:

    Assalamualaikum

    download islamic movie (subtitle indo)

    http://inspiremovie.wordpress.com/